DPD Dinilai Berlebihan Terjemahkan Keputusan MK
Anggota Badan Legislasi DPR RI (Baleg), Azhar Romli, menilai bahwa Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sudah berlebihan menterjemahkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi DPD terhadap UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD , dan DPRD (UU MD3) dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
“Kami mendapat surat dari DPD yang isinya menterjemahkan tentang posisinya setelah Keputusan MK. Boleh kita katakan disini bahwa DPD sudah terlalu berlebihan, sudah jauh melangkah,” kata Azhar Romli saat Rapat Pleno Baleg yang membahas Tindak Lanjut Keputusan MK, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (11/6)
Azhar mengingatkan bahwa yang menjadi landasan kita adalah UUD 1945, dimana disebutkan bahwa UU itu dibentuk oleh DPR dan dibahas bersama pemerintah, serta mendapat persetujuan bersama, itu kalimat hierarkinya.
Sementara kita melihat Keputusan MK tentang masalah ini, bahwa intinya adalah DPD itu boleh ikut membahas tapi tidak dapat ikut dalam pengambilan keputusan.
Dijelaskan Azhar Romli, bahwa pada saat pembahasan UU MD3 dulu, permintaan DPD sudah direspon DPR, yaitu DPD boleh ikut mengajukan suatu RUU.
Dan prakteknya sendiri sudah berjalan, seperti di Komisi II DPR ketika membahas UU Otonomi Daerah dan terutama UU yang lain-lain di Komisi V yaitu UU Perkapalan dan Pelabuhan, DPD diundang untuk memberikan masukan dan sudah ikut membahas. "Apalagi apabila dalam satu UU itu sudah ada pendapat mini akhir, DPD sudah menyampaikan pendapat bahkan sudah masuk seolah-seolah mengambil keputusan," katanya.
“Kalau paripurna itu sebenarnya mengambil keputusan secara komprehensif, jadi apalagi yang mau dituntut, DPD hadir memberikan keputusan didalam paripurna ini sudah jauh menyimpang dari semangat UUD 1945,” jelas politisi Partai Golkar ini.
Azhar Romli mengingatkan bahwa kehadiran lembaga DPD historinya adalah dalam rangka mewakili kelompok dan golongan yang dulu ada pada MPR, dimana diambil dari tiap daerah sama. Tidak bisa DPD disamakan dengan DPR. DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah, sementara DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat.
"Seharusnya DPD lebih memperhatikan kepada persoalan daerah yang diwakilinya, tapi ini sudah lebih jauh, kalau kita mau berdebat hal ini," imbuhnya.
Isi surat DPD, antara lain pembahasan suatu RUU dibahas secara Triparti dimana seolah-olah keterwakilan DPR itu harus mewakili lembaganya bukan melalui kepanjangan tangan alat kelengkapan dewan.
Kemudian, DPD ikuti dalam pengambilan keputusan di Rapat Paripurna DPR RI, serta DPD dapat menganulir UU yang sudah diputuskan DPR menyangkut wewenang DPD jika DPD tidak dilibatkan dalam pembahasannya. (sc)/foto:odjie/parle/iw.